Menulis merupakan suatu kegiatan dengan menuangkan
pemikiran-pemikiran seseorang berdasarkan apa yang ia ketahui ataupun mengenai
perasaannya. Islam mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang senang mengkaji,
meneliti, menelaah serta mampu menuangkan pemikiran-pemikiran kreatif bagi
setiap orang. Sehingga dapat menjadi sesuatu yang inovatif bagi yang lainnya
agar mereka termotivasi.
Tentu hal ini tidaklah mudah, karena sesuatu yang mengharuskan
seseorang harus menuangkan sebuah ide sangatlah minim. Hal ini dikarenakan
terlalu banyak hal-hal yang dipikirkan dalam menyusun sebuah tulisan. Padahal
data-data yang dipikirkan tersebut bisa jadi benar. Akan tetapi, diri kita
sendiri yang bingung harus memulai darimana terlebih lagi kita tidak pernah
memulainya. Selain itu, kebanyakan dari kita yang menganggap bahwa kegiatan
tulis-menulis ini merupakan kegiatan yang menjenuhkan. Hal inilah yang secara
psikologis membuat seseorang enggan meneruskan niat tulisnya. Padahal kalau kita mengetahui kebaikan di
dalam sebuah tulisan, maka Insyaallah kita pasti akan berusaha untuk bisa menulis
apapun hal yang dapat ditulis. Lalu bagaimanakah Islam memandang sebuah
tulisan?
Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S.
Al-Qalam (68): 1-3 yaitu :
نٓ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَ
Artinya : “Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.”
(ayat 1)
مَاۤ اَنْتَ بِـنِعْمَةِ رَبِّكَ
بِمَجْنُوْنٍ
Artinya : "Dengan karunia Tuhanmu
engkau (Muhammad) bukanlah orang gila.” (ayat 2)
وَاِنَّ لَكَ لَاَجْرًا غَيْرَ مَمْنُوْنٍ
Artinya : "Dan sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala
yang besar yang tidak putus-putusnya.” (ayat 3)
Berdasarkan Ayat Al-Qur'an tersebut, Allah Subhanallahu
wa Ta’ala menggambarkan bahwa suatu pemikiran yang dituangkan ke dalam
bentuk tulisan merupakan kegiatan yang akan memperoleh pahala yang tiada
putusnya. Sebuah amalan seperti itu disebut sebagai amalan jariyah. Oleh sebab
itu, tidak heran bila kaum cendekiawan selalu berlomba-lomba menciptakan karya
tulis mereka yang terbaru. Mengapa mereka merasa tidak jenuh bila menjadikan
kegiatan tulis sebagai hobinya?
"Seseorang bisa karena mereka terbiasa melakukannya."
Seperti itu pepatah memotivasi seseorang agar selalu ingin
berusaha keras. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
di dalam salah satu riwayat, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu
diperintah oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya,
tidak keluar dari ucapanku kecuali kebenaran.”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam secara tersirat
memaksudkan bahwa umat Muslim hendaklah mengikuti Rasulullah dan kalau lupa
mengenai sabda Beliau, maka ingatlah melalui catatan. Sehingga para sahabat
selalu berlomba-lomba memperbanyak ilmu dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam. Salah satunya ialah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
berkata : “...Jika saja bukan karena dua ayat dalam Kitabullah, niscaya aku
tidak akan meriwayatkan hadits...”
Kemudian dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu
yang mendapatkan gelar 'Babul-ilmi' berpesan bahwa :
قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ
Artinya : “Ikatlah ilmu dengan kitab yaitu, dengan menulisnya.”
Adapun sahabat tabi'in yaitu Imam Syafi’i yang meriwayatkan ribuan
hadits, Beliau pun masih tetap mencatat ketika mendapatkan ilmu baru. Maka
Beliau pun berpesan bahwa :
العلم صيد والكتابة قيد، وقيد صيودك بالحبال
الواثقة
Artinya : “Ilmu adalah hewan buruan, dan menulis itu adalah
ikatannya. Maka ikatlah buruan kamu dengan tali yang kuat (yakni menulisnya).”
Pada hadits-hadits diatas merupakan penjelasan mengenai betapa
pentingnya menulis. Karena tanpa menulis, masa lalu tidak akan sepenuhnya
teringat. Dan tanpa masa lalu, seseorang tidak akan mampu memahami hikmahnya.
Oleh sebab itu, bagaimana bila para sahabat tidak meriwayatkan hadits ke dalam
tulisan? Apakah umat Islam saat ini mampu bertumpu hanya pada satu sumber hukum
Islam saja? Jika kita mampu bertumpu pada satu sumber hukum Islam tanpa penjelasan
dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, maka setiap orang akan
menganggap bahwa pendapatnya yang paling benar.
Pada pemaparan diatas, manfaat menulis dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan kebaikan bagi
mereka yang senantiasa menuangkan pemikirannya dalam tulisan.
Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman Q.S. Al-Qalam (68):
4 yaitu :
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya : "Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi
pekerti yang luhur.”
2. Allah Subhanallahu
wa Ta’ala memberikan pahala yang tidak akan terputus baginya.
Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S.
Al-Qalam (68): 3 yaitu :
وَاِنَّ لَكَ لَاَجْرًا غَيْرَ مَمْنُوْنٍ
Artinya : "Dan sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala
yang besar yang tidak putus-putusnya.”
3. Allah Subhanallahu
wa Ta’ala senantiasa memberikan taufiq-Nya bagi mereka yang hendak
menuangkan pemikirannya.
Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S.
Al-'Alaq (96): 4 yaitu :
الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Artinya : "Yang mengajar (manusia) dengan pena.”
Adapun pesan dari para sahabat untuk kita diantaranya :
"Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan
abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat
nanti.” (Ali bin
Abi Thalib)
“Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak dari seorang
ulama besar, maka jadilah penulis”. (Imam Al-Ghazali)
Semoga kita menjadi orang yang berilmu dan diberikan Allah Subhanallahu
wa Ta’ala taufiq dalam penyampaian ilmu yang kita miliki.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta
astaghfiruka wa atubu ilaik.
No comments:
Post a Comment