Saturday, May 27, 2017

Makna Menulis Di Dalam Islam


Menulis merupakan suatu kegiatan dengan menuangkan pemikiran-pemikiran seseorang berdasarkan apa yang ia ketahui ataupun mengenai perasaannya. Islam mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang senang mengkaji, meneliti, menelaah serta mampu menuangkan pemikiran-pemikiran kreatif bagi setiap orang. Sehingga dapat menjadi sesuatu yang inovatif bagi yang lainnya agar mereka termotivasi.

Tentu hal ini tidaklah mudah, karena sesuatu yang mengharuskan seseorang harus menuangkan sebuah ide sangatlah minim. Hal ini dikarenakan terlalu banyak hal-hal yang dipikirkan dalam menyusun sebuah tulisan. Padahal data-data yang dipikirkan tersebut bisa jadi benar. Akan tetapi, diri kita sendiri yang bingung harus memulai darimana terlebih lagi kita tidak pernah memulainya. Selain itu, kebanyakan dari kita yang menganggap bahwa kegiatan tulis-menulis ini merupakan kegiatan yang menjenuhkan. Hal inilah yang secara psikologis membuat seseorang enggan meneruskan niat tulisnya.  Padahal kalau kita mengetahui kebaikan di dalam sebuah tulisan, maka Insyaallah kita pasti akan berusaha untuk bisa menulis apapun hal yang dapat ditulis. Lalu bagaimanakah Islam memandang sebuah tulisan?

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Al-Qalam (68): 1-3 yaitu :

نٓ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُوْنَ

Artinya : “Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.” (ayat 1)

مَاۤ اَنْتَ بِـنِعْمَةِ رَبِّكَ  بِمَجْنُوْنٍ

Artinya : "Dengan karunia Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah orang gila.” (ayat 2)

وَاِنَّ لَكَ لَاَجْرًا غَيْرَ مَمْنُوْنٍ

Artinya : "Dan sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya.” (ayat 3)  
Berdasarkan Ayat Al-Qur'an tersebut,  Allah Subhanallahu wa Ta’ala menggambarkan bahwa suatu pemikiran yang dituangkan ke dalam bentuk tulisan merupakan kegiatan yang akan memperoleh pahala yang tiada putusnya. Sebuah amalan seperti itu disebut sebagai amalan jariyah. Oleh sebab itu, tidak heran bila kaum cendekiawan selalu berlomba-lomba menciptakan karya tulis mereka yang terbaru. Mengapa mereka merasa tidak jenuh bila menjadikan kegiatan tulis sebagai hobinya?

"Seseorang bisa karena mereka terbiasa melakukannya."

Seperti itu pepatah memotivasi seseorang agar selalu ingin berusaha keras. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam di dalam salah satu riwayat, Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu diperintah oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:

Tulislah! Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidak keluar dari ucapanku kecuali kebenaran.”

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam secara tersirat memaksudkan bahwa umat Muslim hendaklah mengikuti Rasulullah dan kalau lupa mengenai sabda Beliau, maka ingatlah melalui catatan. Sehingga para sahabat selalu berlomba-lomba memperbanyak ilmu dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Salah satunya ialah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata : “...Jika saja bukan karena dua ayat dalam Kitabullah, niscaya aku tidak akan meriwayatkan hadits...”

Kemudian dari Sayyidina ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu yang mendapatkan gelar 'Babul-ilmi' berpesan bahwa :

قَيِّدُوا الْعِلْمَ بِالْكِتَابِ

Artinya : “Ikatlah ilmu dengan kitab yaitu, dengan menulisnya.”

Adapun sahabat tabi'in yaitu Imam Syafi’i yang meriwayatkan ribuan hadits, Beliau pun masih tetap mencatat ketika mendapatkan ilmu baru. Maka Beliau pun berpesan bahwa :

العلم صيد والكتابة قيد، وقيد صيودك بالحبال الواثقة

Artinya : “Ilmu adalah hewan buruan, dan menulis itu adalah ikatannya. Maka ikatlah buruan kamu dengan tali yang kuat (yakni menulisnya).”

Pada hadits-hadits diatas merupakan penjelasan mengenai betapa pentingnya menulis. Karena tanpa menulis, masa lalu tidak akan sepenuhnya teringat. Dan tanpa masa lalu, seseorang tidak akan mampu memahami hikmahnya. Oleh sebab itu, bagaimana bila para sahabat tidak meriwayatkan hadits ke dalam tulisan? Apakah umat Islam saat ini mampu bertumpu hanya pada satu sumber hukum Islam saja? Jika kita mampu bertumpu pada satu sumber hukum Islam tanpa penjelasan dari Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, maka setiap orang akan menganggap bahwa pendapatnya yang paling benar.

Pada pemaparan diatas, manfaat menulis dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan kebaikan bagi mereka yang senantiasa menuangkan pemikirannya dalam tulisan.

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman Q.S. Al-Qalam (68): 4 yaitu :

وَاِنَّكَ  لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

Artinya : "Dan sesungguhnya engkau benar-benar, berbudi pekerti yang luhur.”

2. Allah Subhanallahu wa Ta’ala memberikan pahala yang tidak akan terputus baginya.

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Al-Qalam (68): 3 yaitu :

وَاِنَّ لَكَ لَاَجْرًا غَيْرَ مَمْنُوْنٍ

Artinya : "Dan sesungguhnya engkau pasti mendapat pahala yang besar yang tidak putus-putusnya.”

3. Allah Subhanallahu wa Ta’ala senantiasa memberikan taufiq-Nya bagi mereka yang hendak menuangkan pemikirannya.

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Al-'Alaq (96): 4 yaitu :

الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ

Artinya : "Yang mengajar (manusia) dengan pena.”
                                                                                   
Adapun pesan dari para sahabat untuk kita diantaranya :

"Semua penulis akan meninggal, hanya karyanyalah yang akan abadi sepanjang masa. Maka tulislah yang akan membahagiakan dirimu di akhirat nanti.” (Ali bin Abi Thalib)

“Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak dari seorang ulama besar, maka jadilah penulis”. (Imam Al-Ghazali)

Semoga kita menjadi orang yang berilmu dan diberikan Allah Subhanallahu wa Ta’ala taufiq dalam penyampaian ilmu yang kita miliki.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.





Wednesday, May 24, 2017

Islam Memaknai Jodoh

Jodoh merupakan seseorang yang dititipkan Allah Subhanallahu wa Ta’ala kepada orang yang telah dipilih Allah untuknya dengan penuh rasa kasih sayang dan saling mencintai diantara mereka. Ketika kita telah mendapatkan cinta seseorang, maka ia akan menjadi orang yang akan bersikeras untuk selalu menjaganya. Bukankah ketika dititipkan jodoh oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala cinta itu harus dijaga? Lalu seperti apakah jodoh menurut Islam?

Di dalam Q.S. Al-'Imran (3): 14, Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَالْبَـنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَـيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَـرْثِ ۗ  ذٰ لِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚ  وَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ

Artinya : “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah lading. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.”

Kemudian Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Al-Kahf (18): 46 yaitu:

اَلْمَالُ وَ الْبَـنُوْنَ زِيْنَةُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا   ۚ  وَالْبٰقِيٰتُ الصّٰلِحٰتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَّخَيْرٌ اَمَلًا

Artinya : Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”

Berdasarkan ayat tersebut, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa sesungguhnya seseorang yang ada di samping kita tidak lain hanyalah milik Allah. Ketika kita telah merasakan cinta terhadap seseorang, maka jagalah nikmat Allah. Pada surah Al-'Imran tersebut, juga terdapat kalimat '...terhadap apa yang diinginkan...' artinya bahwa seseorang itu akan memperoleh cinta ketika ia telah bertemu dengan apa yang ia pandang. Tidak hanya berhenti pada keinginan saja, tetapi kita juga diwajibkan untuk berikhtiar termasuk dalam hal memilih jodoh.

Ketika seseorang menginginkan minum, apakah keinginannya itu akan datang dengan sendirinya tanpa berjalan (tanpa ikhtiar)? Oleh karena itu, sebagian besar orang merasa bahwa cintanya akan datang sendiri pada hari kemudian. Padahal pandangan demikian, tidaklah tepat. Karena untuk mendapatkan segala sesuatu yang ada di dunia ini haruslah dibarengi dengan ikhtiar. Sehingga mereka hanya asyik tanpa melihat dunia. Hal ini sangat bertentangan dengan makna cinta di dalam Islam. Kemudian bagaimana bila kita terlanjur mencintai seseorang pada waktu yang di mabuk asmara? Bukankah Islam melarang pacaran?

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Sad (38): 32 dan 34 yaitu :

فَقَالَ اِنِّيْۤ اَحْبَبْتُ حُبَّ الْخَيْرِ عَنْ ذِكْرِ رَبِّيْ ۚ  حَتّٰى  تَوَارَتْ بِالْحِجَابِ

Artinya : "Maka dia (Sulaiman) berkata, Sesungguhnya aku menyukai segala yang baik (kuda), yang membuat aku tersibukkan dari ingat akan (kekuasaan) Tuhanku, sampai matahari terbenam.” (ayat 32)


وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمٰنَ وَاَلْقَيْنَا عَلٰى كُرْسِيِّهٖ جَسَدًا ثُمَّ  اَنَابَ

Artinya : “Dan sungguh, Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian dia bertobat.” (ayat 34)

Ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa cinta yang datang untuk makhluk, ialah hanya ujian yang menggoda keimanan seseorang agar ia bisa kembali kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Akan tetapi, saat ini kaum remaja terlena dalam cinta. Bahkan mereka menganggap bahwa dirinya sulit melupakan cintanya kepada orang yang dicintainya. Jika kita tidak berpaling dari petunjuk, padahal mereka sedang diuji seperti Nabi Sulaiman ‘Alaihi Salam yang membuatnya selalu sibuk dengan cintanya. Bukankah janji Allah lebih sempurna daripada pilihan diri kita? Tetapi bagaimana bila kita tak bisa melepasnya, bagaimana bila kita selalu memikirkannya?

Kemudian Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Al-'Imran (3): 139 yaitu :

وَلَا تَهِنُوْا وَ لَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

Artinya : ”Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman.”

Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa seseorang yang menjadi kekasih kita saat ini, belum tentu akan menjadi pendamping hidup selamanya. Ketika kita mencintai seseorang, maka kembalilah kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Jika kita terlena dalam hubungan cinta sebelum sah, maka berserah dirilah kepada Allah Ta'ala. Dan ketika kita merasakan sedih juga perasaan kacau, maka ingatlah Allah Subhanallahu wa Ta’ala sebagai pemilik rasa cinta dan kasih sayang. Karena Allah Subhanallahu wa Ta’ala sedang menguji kita melalui perasaan cinta kepada kekasih. Lalu kenapa kita yang diuji?

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Al-'Ankabut (29): 2-3 yaitu :


اَحَسِبَ النَّاسُ اَنْ يُّتْرَكُوْۤا اَنْ يَّقُوْلُوْۤا اٰمَنَّا وَهُمْ لَا  يُفْتَـنُوْنَ

 Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” 
(ayat 2)

وَلَقَدْ فَتَـنَّا الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَـعْلَمَنَّ اللّٰهُ  الَّذِيْنَ صَدَقُوْا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكٰذِبِيْنَ

 Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia 
mengetahui orang-orang yang dusta.” 
(ayat 3)

Kemudian Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 286 yaitu :

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا ۗ  لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ ۗ  رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَاۤ اِنْ نَّسِيْنَاۤ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ  رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَاۤ اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهٗ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ۚ رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهٖ  ۚ  وَاعْفُ عَنَّا ۗ  وَاغْفِرْ لَنَا ۗ  وَارْحَمْنَا ۗ  اَنْتَ مَوْلٰٮنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكٰفِرِيْنَ

Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): ‘Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir'."

Ketika kita mendapat ujian dari Allah Subhanallahu wa Ta’ala, maka bersyukurlah kepada Allah karena kita merupakan orang yang dipilih oleh Allah Subhanallahu wa Ta’ala untuk melewatinya. Namun hal ini berbeda pada masa kini, dimana remaja lebih mencintai seseorang daripada berani melepasnya karena Allah Ta'ala. Padahal bila kita bertawakal kepada Allah, sebenarnya Allah telah mempersiapkan special gift untuk kita. Tetapi kita masih takut larut dalam kesedihan, bagaimana kita menjalaninya nanti? Justru malah kita juga takut dia pergi dari kehidupan kita, padahal kita sudah mencintainya.

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman Q.S. Al-Baqarah (2): 45 yaitu :

وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ  وَاِنَّهَا لَكَبِيْرَةٌ اِلَّا عَلَى الْخٰشِعِيْنَ

Artinya : “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'.”
Dan Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. At-Taubah (9): 129 yaitu :

فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُلْ حَسْبِيَ اللّٰهُ    ۖ   لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ   ۗ  عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ   ۗ  وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ

Artinya : “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung’.”
Ketika kita merasa senang, hanya kepada Allah kita bersyukur. Dan bila kita merasa takut, hanya kepada Allah juga kita memohon. Maka 'Hasbi Allah' adalah keyakinan dan ucapan yang tepat bagi seseorang untuk melepas orang yang ia cintai karena berserah diri kepada Allah Subhanallahu wa Ta’ala. Kemudian ketika kita sudah mampu melepasnya, seolah setan membujuk,”Tidak, tidak mungkin kamu sanggup melepasnya!!! Kalau kamu melepasnya, dia tidak menjadi pendampingmu nanti.” Sehingga kita sulit untuk move on dari mantan. Hal tersebut yang membuat kita semakin bertahan dalam dosa pacaran.

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Yusuf (12): 13 yaitu :

قَالَ اِنِّيْ لَيَحْزُنُنِيْۤ اَنْ تَذْهَبُوْا بِهٖ وَاَخَافُ  اَنْ يَّأْكُلَهُ الذِّئْبُ وَاَنْـتُمْ عَنْهُ غٰفِلُوْنَ

Artinya : "Dia (Ya'qub) berkata, Sesungguhnya kepergian kamu bersama dia (Yusuf) sangat menyedihkanku dan aku khawatir dia dimakan serigala, sedang kamu lengah darinya.”
(Ayat 13)

Kemudian Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. Yusuf (12): 18 saat Yusuf hilang dari saudara-saudaranya :

وَجَآءُوْ عَلٰى قَمِيـْصِهٖ  بِدَمٍ كَذِبٍ ۗ  قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَـكُمْ اَنْفُسُكُمْ اَمْرًا ۗ  فَصَبْرٌ  جَمِيْلٌ ۗ  وَاللّٰهُ الْمُسْتَعَانُ عَلٰى مَا تَصِفُوْنَ

Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya'qub berkata: ‘Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan’.

Dan di dalam Q.S. Yusuf (12): 87 Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman :

يٰبَنِيَّ اذْهَبُوْا فَتَحَسَّسُوْا مِنْ يُّوْسُفَ وَاَخِيْهِ وَلَا تَايْـئَسُوْا  مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ ۗ  اِنَّهٗ لَا يَايْـئَسُ مِنْ رَّوْحِ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ  الْكٰفِرُوْنَ

Artinya : Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.”

Kemudian Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman Q.S. Al-Hijr (15): 56 yaitu :

قَالَ وَمَنْ يَّقْنَطُ مِنْ  رَّحْمَةِ رَبِّهٖۤ اِلَّا الضَّآلُّوْنَ

Ibrahim berkata: ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat’.

Di dalam Surah Yusuf tersebut, Allah Subhanallahu wa Ta’ala menjelaskan bahwa rahmat Allah akan selalu bersama orang-orang yang selalu mengingat Allah. Bahkan Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam mengatakan bahwa orang yang berputus asa ialah termasuk orang yang sesat. Kehilangan orang yang kita cintai sangat sedih, tetapi apakah kita tidak takut bila jauh dari Allah karena maksiat itu?

Allah Subhanallahu wa Ta’ala berfirman di dalam Q.S. An-Nur (24): 26 yaitu :

اَلْخَبِيْثٰتُ  لِلْخَبِيْثِيْنَ وَالْخَبِيْثُوْنَ لِلْخَبِيْثٰتِ ۚ  وَالطَّيِّبٰتُ لِلطَّيِّبِيْنَ وَالطَّيِّبُوْنَ  لِلطَّيِّبٰتِ ۚ  اُولٰٓئِكَ مُبَرَّءُوْنَ مِمَّا يَقُوْلُوْنَ ۗ  لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ

Artinya : Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).

Dan Allah Subhanallahu wa Ta'ala berfirman Q.S. At-Taubah (9): 110-111 yaitu :

لَا يَزَالُ بُنْيَانُهُمُ الَّذِيْ بَنَوْا  رِيْبَةً فِيْ قُلُوْبِهِمْ اِلَّاۤ اَنْ تَقَطَّعَ قُلُوْبُهُمْ ۗ  وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” 

اِنَّ اللّٰهَ اشْتَرٰى مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ اَنْفُسَهُمْ وَاَمْوَالَهُمْ بِاَنَّ لَهُمُ الْجَــنَّةَ   ۗ  يُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَيَقْتُلُوْنَ وَ يُقْتَلُوْنَ ۗ  وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِى التَّوْرٰٮةِ وَالْاِنْجِيْلِ وَالْقُرْاٰنِ   ۗ  وَمَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ مِنَ اللّٰهِ فَاسْتَـبْشِرُوْا بِبَيْعِكُمُ الَّذِيْ بَايَعْتُمْ بِهٖ  ۗ  وَذٰ لِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيْمُ 

Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar

Berdasarkan ayat-ayat diatas, keyakinan merupakan hal yang membuat seseorang sulit ditinggalkan. Padahal Allah Subhanallahu wa Ta’ala  yang Maha Pencipta segala sesuatu dengan kokoh. Sehingga keyakinan cinta kepada seseorang sekuat apapun bila Allah Subhanallahu wa Ta’ala tidak meridhai, maka yang terjadi ialah keretakan diantara keduanya.

Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Pada kalimat 'perempuan yang keji hanya untuk lelaki yang keji...' Artinya, lihatlah usaha apa yang selama ini diri kita perjuangkan. Jika kita senantiasa memperjuangkan kebaikan, Insyaallah pasangan kita akan setara dengan kita. Maka kita harus memahami bahwa jodoh itu datang ketika kita sudah melihat dunia yang disana terdapat cinta seperti apa yang kita inginkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jodoh merupakan takdir yang diusahakan sebagaimana dirinya berusaha untuk mendapatkannya.

Suatu ketika, sahabat Abu Hurairah r.a. berpesan kepada putrinya mengenai pendamping hidupnya ; 'Pilihlah bakal suamimu, orang yang bertaqwa karena jika dia suka kepadamu, maka dia mendoakan kebaikan untukmu. Dan jika dia tidak menyenangimu, dia tidak akan berlaku zalim terhadapmu.'

Semoga kita termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah Subhanallah wa Ta’ala.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik. 



Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.





Tuesday, May 16, 2017

Pedihnya Bila Menyembunyikan Ilmu

Setiap orang memiliki pribadi yang berbeda-beda, begitu juga dengan tingkat keilmuan seseorang. Hal tersebut merupakan salah satu faktor yang mengharuskan seseorang untuk menimba ilmu dari berbagai sumber. Sumber-sumber ilmu pengetahuan bisa kita dapatkan dengan membaca buku, mengambil hikmah dari pengalaman orang lain, berdasarkan pengalaman pribadi atau melalui ilmu yang disampaikan oleh orang lain. Terkadang ada orang yang tidak mau berbagi dengan ilmu yang ia miliki. Lalu bagaimanakah perspektif Islam terhadap orang yang seperti ini? Kemudian ada juga orang yang ditanya tentang suatu ilmu, tetapi ia menutupi kebenaran dari ilmunya?

Allah SWT. berfirman di dalam Q.S. Al-Baqarah 2: 159-160 yaitu :

اِنَّ الَّذِيْنَ يَكْتُمُوْنَ مَآ اَنْزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنٰتِ وَالْهُدٰى مِنْۢ بَعْدِ مَا بَيَّنّٰهُ لِلنَّاسِ فِى الْكِتٰبِ ۙ  اُولٰٓئِكَ يَلْعَنُهُمُ اللّٰهُ وَ يَلْعَنُهُمُ اللّٰعِنُوْنَ

Artinya : "Sungguh, orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan dan petunjuk, setelah Kami jelaskan kepada manusia dalam Kitab (Al-Quran), mereka itulah yang dilaknat Allah dan dilaknat (pula) oleh mereka yang melaknat,"
(Ayat 159)


اِلَّا الَّذِيْنَ تَابُوْا وَاَصْلَحُوْا وَبَيَّـنُوْا فَاُولٰٓئِكَ اَ تُوْبُ عَلَيْهِمْ ۚ  وَاَنَا التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

Artinya : "Kecuali mereka yang telah bertobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya), mereka itulah yang Aku terima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang."
(Ayat 160)

Berdasarkan kedua ayat Al-Qur'an tersebut, maka mereka (menyembunyikan ilmu) merupakan orang-orang yang terlaknat oleh Allah SWT. Mengapa demikian? Dengan ilmu yang mereka bagikan, mereka tidak akan miskin. Jika seseorang miskin karena ilmu, bagaimana dengan seorang guru? Kalau ada seorang guru miskin karena ilmu yang ia bagikan akibat muridnya menjadi lebih pandai dari gurunya, hal itu bukan kesalahan karena ilmunya maupun muridnya. Akan tetapi, hal itu dikarenakan dirinya sendiri yang merasa cukup dengan keilmuannya dan tidak termotivasi oleh kesuksesan muridnya. Adapun mereka yang selalu memberikan ilmu, maka para malaikat Allah SWT. akan selalu mendoakan orang tersebut.

Para Imam, yaitu Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim meriwayatkan dari Abu Darda’ Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah SAW. bersabda:


مَا طَلَعَتْ شَمْسٌ قَطُّ إِلاَّ بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يُسْمِعَانِ أَهْلَ اْلأَرْضِ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ، يَا أَيُّهَا النَّاسُ هَلُمُّوْا إِلَى رَبِّكُمْ فَإِنَّ مَا قَلَّ وَكَفَى خَيْرٌ مِمَّا كَثُرَ وَأَلْهَى وَلاَ آبَتْ شَمْسٌ قَطٌّ إِلاَّ بُعِثَ بِجَنْبَتَيْهَا مَلَكَانِ يُنَادِيَانِ يُسْمِعَانِ أَهْلَ اْلأَرْضِ إِلاَّ الثَّقَلَيْنِ، اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا وَأَعْطِ مُمْسِكًا مَالاً تَلَفًا.

“Tidaklah matahari terbit kecuali diutus di dua sisi-Nya dua Malaikat yang berseru. Semua penduduk bumi mendengarkannya kecuali jin dan manusia, mereka berdua berkata, ‘Wahai manusia menghadaplah kalian kepada Rabb kalian, karena yang sedikit dan cukup itu tentu lebih baik daripada yang banyak tetapi dipakai untuk foya-foya', dan tidaklah matahari terbenam kecuali diutus di antara dua sisi-Nya dua Malaikat yang berseru, semua penduduk bumi mendengarkannya kecuali jin dan manusia, mereka berdua berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq dan hancurkanlah harta orang yang pelit."

Pada riwayat tersebut, disebutkan bahwa ilmu juga merupakan harta. Bagaimana bisa? Ilmu merupakan harta yang tidak akan habis. Bahkan akan merasa kurang apabila kita merasakan kenikmatan ilmu. Bagaimana kita bisa merasakan kenikmatan dari ilmu? Kenikmatan ilmu akan sangat dirasakan apabila seseorang telah membagi ilmunya dan menerapkan ilmunya.


عن أبي هريرة قال : إن الناس يقولون أكثر أبو هريرة، ولولا آيتان في كتاب الله ما حدثت حديثا، ثم يتلو: {إن الذين يكتمون ما أنزلنا من البينات - إلى قوله - الرحيم}.......


Dari Abu Hurairah, ia berkata : “Orang-orang berkata : ‘Abu Hurairah terlalu banyak meriwayatkan hadits’. Jika saja bukan karena dua ayat dalam Kitabullah, niscaya aku tidak akan meriwayatkan hadits”. Kemudian ia (Abu Hurairah) membaca firman Allah : ‘Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itu Aku menerima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang’ Q.S. Al-Baqarah : 159-160)…..”
(HR. Al-Bukhari nomor 118)


وعن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : { أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لا ينتفع به

Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim (mengetahui ilmu) yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat. HR. Al-Baihaqi)

Berdasarkan kedua hadits terakhir, dampak seseorang menyembunyikan ilmunya antara lain:

1. Allah SWT. akan menjadikan orang tersebut menjadi bodoh karena ilmunya sendiri. Bagaimana bisa? Apabila ia orang yang bakhil (pelit), bukankah dia akan lebih rentan menjadi lupa terhadap ilmunya? Sehingga ia menjalankan kehidupan sehari-harinya akan sangat pantang dari kebenaran ilmunya, maka ilmunya tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

2. Orang yang menyembunyikan ilmu akan tertimpa dirinya dengan hujatan-hujatan orang. Lalu apa yang akan ia lakukan? Ia akan tetap mempertahankan dirinya dengan menganggap bahwa orang lain adalah orang yang tidak penting. Sehingga muncullah sifat dan sikap sombong pada dirinya. Apakah ini sebuah nikmat?

3. Merugikan dirinya sendiri. Karena ia akan dijauhkan dari orang sekitarnya dan sempitlah pintu rezekinya akibat orang lain tidak mau berkomunikasi dengannya. Secara tidak langsung, ia telah memustuskan tali silaturahmi kepada orang lain dan juga menutup pintu sedekah buat akhiratnya.

Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah berkata :


تبليغُ العلم واجبٌُ، لا يجوزُ كتمانه، ولكنهم خصصوا ذلك بأهله، وأجازوا كتمانه عمن يكون مستعمداً لأخذه، وعمن يصر على الخطأ بعد إخباره بالصواب.
سُئل بعضُ العلماء عن شيء [من] العلم ؟ فلم يُجبْ، فقال السائل : أما سَمعتَ حديث : ((من علم العلماً فكتمه ألجم يوم القيامة بلجامٍ من نار)) ؟ فقال : اترك اللجام واذهب ! فإن جاء من يفقه وكتمتُه فَلْيُلْجمنيْ به.

“Menyampaikan ilmu adalah wajib, tidak diperbolehkan untuk menyembunyikannya. Akan tetapi, hal itu dikhususkan bagi ahlinya (benar-benar memahaminya), dan diperbolehkan orang yang belum menguasai atau sering keliru untuk menyembunyikannya.

Berdasarkan penjelasan Asy-Syaikh Ahmad Syaakir rahimahullah, maksudnya ialah kita harus menyampaikan suatu ilmu yang benar-benar kita memahami ilmunya. Sehingga jangan menunggangi penjelasan Beliau dengan alasan bahwa saya takut salah menjelaskannya, sedangkan dirinya memahami ilmunya. Hal ini tidaklah baik bagi dirinya karena lupa, rasa cemas, keliru maupun takut merupakan tipu daya syaithan.

Semoga Allah SWT. menjadikan ilmu kita bermanfaat dan semoga kita menjadi hamba Allah yang selalu dekat dengan-Nya.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.




Niat Baik Tetapi Menjadi Petaka Bagi Diri Sendiri: Hati-Hati.!

Niat merupakan suatu maksud yang hendak dikerjakan oleh seseorang. Suatu perbuatan dapat menjadi baik apabila terdapat manfaat di dalamnya. Namun, Adakah niat baik akan tetapi menjadi petaka bagi dirinya?

Setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh karena itu, orang lain sangat tepat bila memberikan masukan dan saran bagi sesama manusia terlebih lagi kaum muslimin dan muslimah. Kita sebagai hamba Allah SWT. wajib meluruskan kemungkaran yang terjadi di hadapan kita. Artinya, menyeru kepada kebaikan merupakan suatu perbuatan yang patut dikerjakan. Tetapi bagaimana bila seseorang telah menyeru pada kebaikan sedangkan dirinya sendiri masih terjerumus pada perbuatan maksiat yang telah dilarangnya kepada orang lain? Apakah ada pahala bagi orang yang seperti itu?

Imam Muslim meriwayatkan di dalam Kitab az-Zuhd wa Raqa’iq di dalam shahihnya sebagai berikut :


حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ وَإِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ وَأَبُو كُرَيْبٍ وَاللَّفْظُ لِأَبِي كُرَيْبٍ قَالَ يَحْيَى وَإِسْحَقُ أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرُونَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ شَقِيقٍ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ قِيلَ لَهُ أَلَا تَدْخُلُ عَلَى عُثْمَانَ فَتُكَلِّمَهُ فَقَالَ أَتَرَوْنَ أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ وَاللَّهِ لَقَدْ كَلَّمْتُهُ فِيمَا بَيْنِي وَبَيْنَهُ مَا دُونَ أَنْ أَفْتَتِحَ أَمْرًا لَا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ أَوَّلَ مَنْ فَتَحَهُ وَلَا أَقُولُ لِأَحَدٍ يَكُونُ عَلَيَّ أَمِيرًا إِنَّهُ خَيْرُ النَّاسِ بَعْدَ مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ يُؤْتَى بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُ بَطْنِهِ فَيَدُورُ بِهَا كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِالرَّحَى فَيَجْتَمِعُ إِلَيْهِ أَهْلُ النَّارِ فَيَقُولُونَ يَا فُلَانُ مَا لَكَ أَلَمْ تَكُنْ تَأْمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ فَيَقُولُ بَلَى قَدْ كُنْتُ آمُرُ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَى عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ كُنَّا عِنْدَ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ فَقَالَ رَجُلٌ مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَدْخُلَ عَلَى عُثْمَانَ فَتُكَلِّمَهُ فِيمَا يَصْنَعُ وَسَاقَ الْحَدِيثَ بِمِثْلِهِ


Yahya bin Yahya, Abu Bakr bin Abi Syaibah, Muhammad bin Abdullah bin Numair, Ishaq bin Ibrahim dan Abu Kuraib (lafazh ini milik Abu Kuraib) menuturkan kepada kami, Yahya dan Ishaq berkata : memberitakan kepada kami, sedangkan di dalam periwayat lainnya mengatakan; menuturkan kepada kami Abu Mu’awiyah; al-A’masy menuturkan kepada kami dari Syaqiq dari Usamah bin Zaid, Syaqiq berkata; ditanyakan kepada Usamah, “Apakah engkau tidak menemui Utsman untuk berbicara dengannya?”.

Maka dia menjawab,"Apakah menurut kalian saya harus menceritakan kepada kalian kalau saya sudah berbicara dengannya? Demi Allah, saya sudah menasihatinya berdua saja, aku tidak ingin membuka pintu fitnah sehingga akan membuatku orang yang pertama kali membukanya. Aku juga tidak akan mengatakan kepada seseorang yang menjadi pemimpinku sebagai orang yang terbaik setelah aku mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Akan didatangkan seorang laki-laki pada hari kiamat nanti kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka lalu isi perutnya terburai, lalu dia berputar-putar karenanya sebagaimana berputarnya keledai mengelilingi penggilingan. Maka berkumpullah para penduduk neraka melihatnya.

Mereka berkata,“Wahai Fulan, apa yang menimpamu, bukankah engkau dahulu memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar kepada kami?”. Maka dia menjawab, “Benar, dahulu aku memang memerintahkan yang ma'ruf tapi aku tidak melakukannya, dan aku melarang yang mungkar namun aku justru melakukannya.”

Utsman bin Abi Syaibah menuturkan kepada kami, Jarir menuturkan kepada kami dari al-A’masy dari Abu Wa’il, dia berkata; Dulu ketika kami duduk-duduk bersama Usamah bin Zaid maka ada seseorang yang mengatakan, “Apa yang menghalangimu menemui 'Utsman dan berbicara dengannya atas apa yang telah dilakukannya.” kemudian dia membawakan isi hadits ini dengan isi yang sama (HR. Muslim (5305) as-Syamilah).

Misalnya, ada seseorang yang mengatakan bahwa pacaran itu haram di dalam Islam apalagi selalu berkhalwat bersama pacar, maka jangan pacaran. Namun orang yang mengatakan seperti itu, dia malah pacaran. Bahkan dia selalu berkhalwat setiap pulang sekolah dengan pacarnya. Padahal dia menyeru orang lain untuk tidak berkhalwat. Lalu bagaimanakah kedudukan orang yang seperti ini?

Banyak orang yang menganggap bila ia mengajak kema'rufan tetapi ia malah melakukan kemungkaran, hal itu tidak masalah bagi dirinya meskipun hanya sesekali ia lakukan. Berdasarkan Hadits tersebut, dapat kita pahami bahwa orang yang mengajarkan kebaikan akan lebih baik jika ia menjaga dirinya dari perbuatan mungkar. Oleh karena setiap perbuatan pasti memiliki ganjaran, maka tidak ada yang disembunyikan pada Yaumul Akhir kelak. Meskipun kita merasa bahwa hari ini baik-baik saja, lalu apakah kita dapat memastikan bahwa esok akan lebih baik daripada hari ini? Allah adalah Tuhan Yang Maha Bijaksana dan Allah mengurus segala urusan makhluk-Nya. Maka tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya. Allah SWT. berfirman di dalam Q.S. Al-'Imran (3): Ayat 5 yaitu :

اِنَّ اللّٰهَ لَا يَخْفٰى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَآءِ 

Artinya : "Bagi Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi di bumi dan di langit."

Ayat diatas dapat dijadikan peringatan bagi orang-orang yang menyembunyikan kebenaran di dalam hatinya. Ketika seseorang berbohong pada dirinya, tetapi membenarkan untuk orang lain. Hal ini tidaklah benar di dalam Islam. Mengapa mereka bisa melakukan hal demikian?

Pada hakikatnya, setiap perbuatan memiliki hasilnya baik pahala ataupun dosa. Namun mereka yang mengajak kebaikan pada orang lain sedangkan dirinya tidak mengerjakan kebaikan tersebut, maka ia termasuk orang yang sakit pada hatinya. Orang yang seperti ini dapat digolongkan menjadi orang yang zalim. Na'udzubillahi mindzaliik..

Semoga kita dapat menjadi orang yang selalu berpegah teguh pada kebaikan. Barakallahu fiik..

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.




Sunday, May 14, 2017

Bagaimanakah Hukum Orang Yang Menyampaikan Ilmu Tetapi Keliru??

Lisan merupakan ucapan seseorang yang selalu digunakan ketika ia berkata. Keliru ialah sebuah ide yang muncul tanpa keyakinan hati ketika seseorang menyampaikan sesuatu. Bagaimana dengan lisan yang keliru? Lisan yang keliru artinya sebuah perkataan yang muncul dari ide seseorang, tetapi terdapat keraguan dalam penyampaian suatu maksud kepada orang lain.

Kita tahu bahwa manusia diciptakan penuh dengan keluh-kesah. Hal ini dapat diartikan bahwa manusia merupakan makhluk Allah SWT. yang tidak luput dari salah. Lalu apakah seseorang bersalah ketika ia keliru dalam lisannya?

Setiap perbuatan pasti ada ganjaran bagi orang yang telah melakukannya baik perbuatan terpuji maupun perbuatan tercela. Kekeliruan termasuk perbuatan yang terjadi akibat adanya keraguan di dalam hati, seperti pernah membaca buku tentang sesuatu tetapi ketika presentasi di kelas, lupa. Atau menegur orang lain tetapi tegurannya itu terdapat kekeliruan, misalnya "shalat di Masjid tanpa memakai peci itu tidak masalah, kan shalat tanpa peci itu tidak ada ulama yang melarangnya." Meskipun tidak ada yang melarang, akan tetapi shalat tanpa peci itu perbuatan yang tidak sesuai sebagaimana yang dilakukan Rasulullah SAW. dan para sahabat. Atau bahkan seseorang menyampaikan sesuatu tetapi tidak tahu sama sekali dasar ilmunya.

Bagaimanakah hukumnya orang yang seperti itu? Lalu bagaimana jika kita menyampaikan ilmu yang tidak ada keraguan, tetapi orang yang diberi tahu tersebut, menerapkan ilmunya tidak sesuai dengan ilmu yang kita sampaikan?

Allah SWT. berfirman di dalam Q.S. Al-A'raf (7): Ayat 33 yaitu :

قُلْ اِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْـفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَ الْاِثْمَ وَالْبَـغْيَ بِغَيْرِ الْحَـقِّ وَاَنْ تُشْرِكُوْا بِاللّٰهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهٖ سُلْطٰنًا  وَّاَنْ تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

Artinya : "Katakanlah (Muhammad), Tuhanku hanya mengharamkan segala perbuatan keji yang terlihat dan yang tersembunyi, perbuatan dosa, perbuatan zalim tanpa alasan yang benar, dan (mengharamkan) kamu mempersekutukan Allah dengan sesuatu, sedangkan Dia tidak menurunkan alasan untuk itu, dan (mengharamkan) kamu membicarakan tentang Allah apa yang tidak kamu ketahui."

Dan Allah SWT. berfirman Q.S. Al-Isra' (17): Ayat 36 yaitu :

وَلَا تَقْفُ مَا لَـيْسَ لَـكَ بِهٖ عِلْمٌ   ۗ  اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا

Artinya : "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya."

Kedua ayat tersebut, memaparkan bahwa apabila seseorang menyampaikan suatu maksud dengan lisannya meskipun niatnya untuk kebenaran, tetapi terdapat kekeliruan di dalam hatinya, maka dia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya tersebut dihadapan Allah 'Azza Wajalla di Yaumul Akhir. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika kita menyampaikan ilmu sesuai dengan dasar ilmu yang tepat. Apabila kita tidak memahami ilmunya, alangkah baiknya mencari kebenaran terhadap ilmu tersebut. Di dalam Islam, kita dianjurkan diam bila tidak memahami ilmunya. Kecuali pada kemungkaran (perbuatan buruk) yang terjadi di pandangan mata seseorang, maka orang yang melihat kemungkaran tersebut wajib meluruskannya.

Semoga kita termasuk orang yang berhati-hati dalam menyampaikan maksud (ilmu) dan semoga Allah SWT. memberi hidayah-Nya kepada orang-orang yang telah mendapat ilmu. Barakallahu fiik..

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.



Saturday, May 13, 2017

Amalan Ringan Tetapi Banyak Yang Meninggalkan

Amalan merupakan suatu perbuatan yang berakhir pada pahala bagi hamba Allah yang senantiasa menjadikan Al-Qur'an dan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-harinya. Lalu adakah amalan sunnah yang jika dikerjakan, maka Allah akan memberi salam kepadanya? Amalan tersebut ialah Shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Lalu Allah memberi salam kepada kita yang bershalawat, bagaimanakah salam Allah SWT. untuk orang yang bershalawat?

Allah SWT. berfirman di dalam Q.S Al-Ahzab (33): 56-57 yaitu :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Artinya :“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
(Ayat 56)

اِنَّ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ وَاَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِيْنًا

Artinya :"Sesungguhnya (terhadap) orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan azab yang menghinakan bagi mereka."
(Ayat 57)

Dan Allah berfirman di dalam Q.S Al-Anfal (8): 33 yaitu :

وَمَا كَانَ اللّٰهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَاَنْتَ  فِيْهِمْ ۗ  وَمَا كَانَ اللّٰهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ

Artinya : "Tetapi Allah tidak akan menghukum mereka, selama engkau (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan menghukum mereka, sedang mereka (masih) memohon ampunan."

Dari Q.S. Al-Ahzab (33): 56 tersebut,
Imam Al-Qurtubi memahami bahwa : ‘Dengan ayat ini Allah memuliakan Rasul-Nya ketika Beliau hidup dan setelah wafatnya. Serta menyebutkan kedudukan Beliau di sisi-Nya. Shalawat Allah kepada Nabi artinya rahmat dan keridhoan-Nya. Sedangkan Shalawat para malaikat adalah doa dan permohonan ampun mereka untuk Nabi Muhammad SAW. Dan shalawat dari umat artinya doa dan pengagungan perintah Nabi.  Karena Allah SWT. memerintahkan Nabi-Nya, Muhammad SAW., tanpa menyebut Nabi-Nabi lainnya. Ini merupakan bentuk penghormatan kepada nabi.'

Maksud tanpa menyebut para Nabi yang lain bukan berarti umat Rasulullah dilarang meyakini adanya para Nabi terdahulu, melainkan Allah SWT. ingin menjelaskan bahwa Muhammad SAW. merupakan utusan Allah SWT. yang di istimewakan oleh Allah dengan membawa risalah Allah yang tidak sama seperti para Nabi sebelumnya, melainkan Kalamullah dan ajaran agama yang sangat sempurna (Al-Qur'an).

Kemudian berdasarkan Q.S. Al-Ahzab (33): 56 tersebut, Imam Bukhari juga memahami bahwa, “Abul ‘Aliyah mengatakan: Yang dimaksud dengan Allah bershalawat kepada Nabi-Nya adalah pujian Allah kepada Nabi Muhammad SAW. yang diungkapkan dihadapan para malaikat.” Sedangkan shalawat Malaikat berarti do’a para malaikat atas Nabi Muhammad SAW.” Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu berkata, “Artii dari lafazh يُصَلُّونَ adalah Allah dan para Malaikat-Nya memberkati Nabi Muhammad SAW.”
(Fat-hul Baari jilid VIII/392)

Berdasarkan Al-Qur'an, Allah SWT. menggambarkan salam-Nya bagi orang-orang yang senantiasa bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. ialah :

1. Siapapun hamba-Nya yang menyalami Rasul-Nya, maka Allah akan bershalawat kepadanya diantara para malaikat Allah dan Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10 kali.

Dari Abu Thalhah, bahwa suatu hari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam datang dengan wajah terlihat ceria. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, sungguh kami melihat kegembiraan menghias wajahmu.”
Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku didatangi seorang malaikat, ia berkata, ‘Wahai Muhammad tidakkah engkau ridha bahwa Rabb-mu berfirman: ‘Sesungguhnya tidak ada seorangpun dari umatmu yang membaca shalawat kepadamu, kecuali Aku (yakni Allah) akan bershalawat (berupa pujian diantara para malaikat-Nya) kepadanya sebanyak sepuluh kali. Dan tidak ada seorangpun dari umatmu yang membaca salam kepadamu, kecuali Aku akan memberi salam kepadanya sebanyak sepuluh kali.’ Aku (Nabi) menjawab, “Tentu saja aku ridha.”
(HR. Ahmad jilid IV/30, an-Nasa’i jilid III/44. Kemudian di shahihkan oleh Syaikh al-Albani di dalam Silsilah ash-Shahiihah no. 829)

2. Salam Allah bagi hamba-Nya yang bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW. berupa rahmat dan keridhoan dari Allah SWT.

Abu ‘Isa at-Tirmidzi berkata bahwa, “Terdapat sebuah riwayat dari Sufyan ats-Tsauri dan para Ulama ahli tafsir lainnya bahwa mereka berkata, “Shalawat yang berasal dari Allah merupakan perumpamaan kata yang artinya melimpahkan rahmat. Sedangkan shalawat yang berasal dari Malaikat berarti istighfar (memohonkan ampunan).”
(Tuhfatul Ahwadzi jilid II/610)

3. Salam Allah SWT. bagi orang-orang yang tidak ikut mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW. ialah laknat kepadanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah SAW. bersabda, 'Celakalah seseorang yang ketika namaku disebut dihadapannya, ia tidak membaca shalawat kepadaku. Celakalah seseorang yang telah memasuki bulan Ramadhan, lalu bulan Ramadhan itu berlalu sementara dosa-dosanya belum sempat diampuni. Dan celakalah bagi seorang yang kedua orang tuanya masih ada dalam keadaan tua renta, lalu tidak ia jadikan (tempat berbakti) kepada keduanya sebagai sarana untuk masuk surga.”
(HR. Tirmidzi no. 3545. Shahih, lihat Shahiihul Jaami’ no. 3510)

4. Allah SWT. akan menghapus dosa bagi orang-orang yang senantiasa bershalawat kepada Nabi-Nya.

Sebagaimana Rasulullah SAW. bersabda: “Bershalawatlah kalian kepadaku itu sebagai pengawal do’amu dan menjadi keridhoan Tuhanmu dan pembersih terhadap amalan-amalanmu”.
(Ad-Dailami menyebutkan dari Ali bin Abi Thalib ra)

Pada pemaparan tersebut, kita dapat memahami bahwa mengucapkan shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW.  sungguh besar keutamaannya. Mengapa demikian? Rasulullah SAW. bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling utama dengan syafa'atku kelak dihari kiamat, ialah mereka yang paling banyak membaca shalawat untuk ku”.
(Hadis riwayat Tirmidzi dari Ibnu Mas'ud, hadits ini hasan).

Lalu bagaimanakah bila kita mencintai Rasulullah SAW., tetapi mengucapkan shalawat dan salam kepada Muhammad SAW., hanya di dalam hati? Alangkah baiknya, jika seseorang mengucapkan shalawat serta salam kepada Nabinya itu dengan lafadz pada lisannya. Lalu bagaimana jika kita sudah mengucapkan shalawat dan salam kepada Muhammad SAW. tetapi tidak dengan namanya (melainkan hanya dengan akhirannya yaitu SAW saja)? Itu artinya ia mengharamkan pahala bagi dirinya sendiri.

Ada seorang Syaikh yang sering mengisi majlis di sebuah Masjid Timur Tengah, kemudian seseorang datang kepadanya, dan bertanya seperti hal diatas. Lalu Syaikh itu menjawab, bukankah Rasulullah SAW. telah mengatakan bahwa orang-orang yang kikir ialah mereka yang bila disebutkan nama Rasul-Nya, ia tidak mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasul-Nya. 

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang ringan berlisan dzikir dan termasuk golongan orang-orang yang mendapat syafa'at Nabi Muhammad SAW. di Yaumul Akhir. Barakallahu fiik..

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Subhanaka Allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.





Dahsyatnya Amalan Ringan Tetapi Jarang Diucapkan

Al-Hadits Muhammad SAW. bersabda maukah kalian Aku beri tahu amalan sunnah yang paling tinggi derajatnya daripada bersedekah untuk Istri dan anak kalian, berjihad di jalan Allah, berinfaq untuk fakir? Kata para sahabat, iya Rasulullah, apa itu? Rasulullah mengatakan Dzikrullah. Di dalam Hadits lain Rasulullah bersabda amalan yang paling berat timbangannya pada hari akhir ialah berinfaq dengan harta kalian, menyambung silahturahmi dan berdzikir kepada Allah Ta'ala.

Berdasarkan sabda diatas, Rasulullah menganjurkan agar umatnya senantiasa mengingat Allah SWT. Karena ketika Nabi Musa AS bertanya kepada Allah, 'Wahai Tuhanku, bagaimana bisa seseorang membedakan Cinta-Mu dan Kebencian-Mu?' Kemudian Allah memberikan gambaran kepada Musa, 'Hai Musa jika kamu ingin melihat Cinta-Ku kepada seseorang sesungguhnya hanya ada 2 hal yaitu Hamba-Ku yang akan selalu berdzikir kepada-Ku dan Hamba-Ku yang akan selalu menjaga dirinya dari keharaman karena-Ku. Adapun kebencian-Ku kepada Hamba-Ku yaitu mereka yang tidak mengingat-Ku (berdzikir) dan mereka yang selalu mengikuti hawa nafsunya pada keharaman.'

Dengan demikian, jika kita ingin merasakan kenikmatan dzikir, maka sebaiknya kita melakukannya dengan hati yang ikhlas dan selalu kita asah setiap saat. Mengapa setiap saat? Amalan dzikir merupakan amalan yang paling ringan dilakukan tanpa tempat yang khusus (kecuali tempat najis) dan tidak perlu uang yang banyak. Apakah Kita mengucap lisan itu bayar? Lalu kenapa berdzikir sangat jarang diucapkan?

Allah dan Rasul-Nya tidak pernah menetapkan ketentuan maupun syarat melakukan amalan dzikir. Setiap waktu dan dimanapun kita berada, Allah dan Rasul-Nya tidak pernah melarang. Karena Allah berfirman di dalam Q.S. Al-Ahzab (33): 41-42 Allah SWT. berfirman:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوْا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًا

Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya," (Ayat 41)

وَّ سَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا

Artinya : "Dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang." (Ayat 42

Di dalam Q.S. Al-A'raf (7): 205 Allah SWT. berfirman:

وَاذْكُرْ رَّبَّكَ فِيْ نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَّخِيْفَةً وَّدُوْنَ الْجَـهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْاٰصَالِ وَلَا تَكُنْ مِّنَ الْغٰفِلِيْنَ

Artinya : "Dan ingatlah Tuhanmu dalam hatimu dengan rendah hati dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, pada waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah."

Dan Allah berfirman di dalam Q.S. Al-Imran (3): 191 yaitu :

اَلَّذِيْنَ يَذْكُرُونَ اللهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنوُبِهِم

Artinya : "Yakni orang-orang dzikir pada Allah baik diwaktu berdiri, ketika duduk dan diwaktu berbaring”.

Serta Allah berfirman di dalam Q.S Ar-Ra'd (13): 28 yaitu :

اَلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِ ۗ اَ لَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوْبُ

Artinya : "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."

Kemudian hikmah dzikrullah diringkas dalam 4 hal dari orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah :

1. Allah akan memberikan ketenangan jiwa dan batin bagi siapa saja yang berdzikir kepada Allah.

Hadits dari Abu Sa’id Khudri dan Abu Hurairah ra. bahwa mereka mendengar sendiri dari Nabi SAW. bersabda :

لاَ يَقْـعُدُ قَوْمٌ يَذْكُـرُنَ اللهَ تَعَالَى إلاَّ حَفَّتْـهُمُ المَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمةُ, وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.

“Tidak satu kaum pun yang duduk dzikir kepada Allah Ta’ala, kecuali mereka akan dikelilingi Malaikat, akan diliputi oleh rahmat, akan memperoleh ketenangan, dan akan disebut-sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang berada disisi-Nya”.
(HR.Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).

2. Allah akan mencintai dan ridho kepada orang yang senantiasa berdzikir kepada Allah, sehingga Allah meringankan dalam segala urusannya.

Hadits dari Mu’awiyah :

خَرَجَ رَسُولُ الله (صَ) عَلَى حَلَقَةِ مِنْ أصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا اَجْلََسَكُم ؟ قَالُوْا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإسْلاَمِِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ: اللهُ مَا أجْلَسـَكُمْ إلاَّ ذَالِك ؟ قَالُوْا وَاللهُ مَا اَجْلَسَنَا اِلاَّ ذَاكَ. قَالَ : اَمَا إنِّي لَمْ أسْتَخْلِفكُم تُهْمَةُ لـَكُمْ, وَلَكِنَّهُ أتَانِي جِبْرِيْلُ فَأخْـبَرَنِي أنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبـَاهِي بِكُمُ المَلآئِكَةَ.

“Nabi SAW. pergi mendapatkan satu lingkaran dari sahabat-sahabatnya, tanyanya ‘Mengapa kamu duduk disini?’ Ujar mereka : ‘Maksud kami duduk disini adalah untuk dzikir pada Allah Ta’ala dan memuji-Nya atas petunjuk dan karunia yang telah diberikan-Nya pada kami dengan menganut agama Islam’. Sabda Nabi SAW. ‘Demi Allah tak salah sekali ! Kalian duduk hanyalah karena itu. Mereka berkata: Demi Allah kami duduk karena itu. Dan Nabi, 'saya tidaklah minta kalian bersumpah karena menaruh curiga pada kalian, tetapi sebenarnya Jibril telah datang dan menyampaikan bahwa Allah SWT. telah membanggakan kalian terhadap Malaikat’ “.
(HR. Muslim)

3. Allah akan mengampuni dosa bagi siapapun yang selalu mengingat Allah bahkan bagi orang yang duduk dengan orang yang sedang berdzikir apalagi di dalam majlis dzikir. Maka datangilah orang yang sedang berdzikir kepada Allah dengan ikut berdzikir bersamanya hanya karena Allah Ta'ala.

Hadits riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW. bersabda :

عَنْ أبِيْ هُرَيْرَة(ر) قَالَ: رَسُولُ الل.صَ. : إنَّ اللهَ مَلآئِكَةً يَطًوفُونَ فِي الطُُّرُقِ يَلتَمِسُونَ أهْلِ الذّكْرِ, فَإذَا وَجَدُوا قـَوْمًا يَذْكُرُونَ اللهَ تَناَدَوْا : هَلُمُّـوْا إلَى حَاجَتِكُمْ, فَيَحُفّـُونَهُمْ بِأجْنِحَتِهِمْ إلَى السَّمَاءِ, فَإذَا تَفَرَّقُوْا عَرَجُوْا وَصَعِدُوْا اِلَى السَّمَاءِ فَيَسْألُهُمْ رَبُّـهُم ( وَهُوَ أعْلَمُ بِهِمْ ) مِنْ اَيْنَ جِئْتُمْ ؟ فَيَقُوْلُوْنَ : جِئْنَا مِنْ عِنْدِ عَبَيْدٍ فِي الاَرْضِ يُسَبِّحُوْنَكَ وَيُكَبِّرُوْنَكَ وَيُهَلِّلُوْنَكَ. فَيَقُوْلُ : هَلْ رَأوْنِي؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : لَوْ رَأوْنِي؟ فَيَقوُلُوْنَ : لَوْ رَأوْكَ كَانُوْا اَشَدَّ لَكَ عِبَادَةً, وَ اَشَدَّ لَكَ تَمْجِيْدًا وَاَكْثَرَ لَكَ تَسْبِيْحًا, فَيَقُوْلُ : فَمَا يَسْألُنِى ؟ فَيَقوُلُوْنَ : يَسْألُوْنَكَ الجَنَّةَ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لَوْ اَنَّهُمْ رَأوْهَا كَانُوْا اَشَدَّ عَلَيْهَا حِرْصًا وَ اَشَدَّ لَهَا طَلَبًا وَاَعْظَمَ فِيهَا رَغْبَةً. فَيَقُوْلُ : فَمِمَّا يَتَعَوَّذُوْنَ ؟ فَيَقولُوْنَ : مِنَ النَّارِ, فَيَقُوْلُ : وَهَلْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُولُوْنَ : لاَ, فَيَقُوْلُ : كَيْفَ لَوْ رَأوْهَا ؟ فَيَقُلُوْنَ : لَوْ رَأوْهَا كاَنُوْا اَشَدَّ مِنْهَا فِرَارًا, فَيَقُوْلُ : اُشْهِدُكُمْ اَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ, فَيَقُوْلُ مَلَكٌ مِنَ المَلاَئِكَةِ : فُلاَنٌ فَلَيْسَ مِنهُمْ, اِنَّمَا جَائَهُمْ لِحَاجَةٍ فَيَقُوْلُ : هًمْ قَوْمٌ لاَ يَشْقَى جَلِيْسُهُمْ.

“Sesungguhnya Allah memiliki sekelompok Malaikat yang berkeliling dijalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan sekelompok orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka saling menyeru :’Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan’. Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang berdzikir itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit. Apabila orang-orang itu telah berpisah (bubar dari majlis dzikir) maka para malaikat tersebut berpaling dan naik ke langit. Maka bertanyalah Allah SWT. kepada mereka (padahal Allah yang lebih mengetahui perihal mereka pergi). Allah berfirman : Darimana kalian semua? Malaikat berkata : Kami datang dari sekelompok hamba-Mu dibumi. Mereka bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepada-Mu. Allah berfirman : Apakah mereka pernah melihat-Ku ? Malaikat berkata: Tidak pernah ! Allah berfirman : Seandainya mereka pernah melihat-Ku ? Malaikat berkata: Andai mereka pernah melihat-Mu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepada-Mu, lebih bersemangat memuji-Mu dan lebih banyak bertasbih pada-Mu. Allah berfirman: Lalu apa yang mereka minta pada-Ku ? Malaikat berkata: Mereka meminta surga kepada-Mu. Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat surga ? Malaikat berkata : Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya? Malikat berkata: Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan untuk memasukinya. Allah berfirman: Dari hal apa mereka minta perlindungan ? Malaikat berkata: Dari api neraka. Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka ? Malaikat berkata: Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri dari neraka. Allah berfirman: Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka. Salah satu dari malaikat berkata : Disitu ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah mereka akan diampuni juga ?). Allah berfirman : Mereka (termasuk seseorang ini) adalah satu kelompok dimana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa”. Dan di dalam riwayat Muslim, ada tambahan pada kalimat terakhir : ‘Aku ampunkan segala dosa mereka, dan Aku beri permintaan mereka’.

4. Allah akan berdzikir kepada orang yang berdzikir baik di dunia maupun akhirat.

Hadits qudsi dari Mu’az bin Anas secara marfu’: Allah swt. berfirman:

قَالَ اللهُ تَعَالَى: لاَ يَذْكُرُنِي اَحَدٌ فِى نفْسِهِ اِلاَّ ذَكّرْتُهُ فِي مَلاٍ مِنْ مَلاَئِكَتِي وَلاَيَذْكُرُنِي فِي مَلاٍ اِلاَّ ذَكَرْتُهُ فِي المَلاِ الاَعْلَي.

“Tidaklah seseorang berdzikir pada-Ku dalam hatinya kecuali Akupun akan berdzikir untuknya dihadapan para malaikat-Ku. Dan tidak juga seseorang berdzikir pada-Ku dihadapan orang-orang kecuali Akupun akan berdzikir untuknya ditempat yang tertinggi“.
HR. Thabrani dalam kitab At-Targib) wat-tarhib 3/202 dan Majma’uz Zawaid 10/78. Al Mundziri berkata : ‘Isnad hadits diatas ini baik (hasan).

Dengan demikian, dzikir dapat membuat hati seseorang menjadi tentram, menghapuskan dosa orang yang selalu berdzikir kepada Allah, kemudian atas izin Allah seseorang yang senantiasa berdzikir kepada Allah 'Azza Wajalla dapat membuat gentar musuh Allah yakni setan, dan bahkan Allah meridhoi anak cucunya sehingga keturunannya dapat menjadi anak yang shaleh. Karena Rasulullah bersabda, siapapun yang berdzikir kepada Allah, maka Allah akan berdzikir untuknya berkali-kali lipat. (Al-Hadits)

Ingatkah cerita Nabi Yunus AS? Ketika Yunus berada di dalam perut ikan, Dia tidak lepas dari lafadz dzikir kepada Allah. Dan Dzikir Yunus tersebut, telah menggetarkan dunia hingga sampai ke Arsy Allah SWT. Kemudian Allah memerintahkan malaikat Jibril untuk melihat siapa yang telah menggetarkan Arsy Allah (karena dzikirnya Nabi Yunus AS)? Lalu Jibril mencari orang yang telah menggetarkan Arsy Allah dan akhirnya Jibril mendapatkannya. Kemudian Jibril kembali kepada Allah dan berkata,"Hamba-Mu yang mampu mengguncang Arsy-Mu, Dia adalah Yunus AS."

Pada pemaparan ini, Allah memerintahkan Jibril AS, Bukan berarti Allah tidak Maha Tahu. Akan tetapi, Allah ingin menunjukkan kuasa-Nya bahwa dengan berdzikir kepada Allah, maka seluruh dunia akan bergetar sampai pada Arsy Allah 'Azza Wajalla.

Semoga Kita menjadi orang yang senantiasa mengingat (berdzikir) kepada Allah SWT. dan selalu mengasah dzikir kita baik selepas shalat, dimanapun serta kapanpun waktunya.
Walaupun di atas kendaraan, akan lebih baik berdzikir daripada mendengar musik.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ

Subhanaka Allahumma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.